Mengikuti
seminar dan simposium ternyata melelahkan juga. Apalagi kalau tidak tahu
bagaimana menyenangkan diri sendiri selama simposium berlangsung. Tapi karena
ini pengalaman berharga seumur hidup, saya ingin menuliskannnya di blog ini.
Pengalaman ini mungkin tidak akan saya dapatkan lagi jika saya bisa
menyelesaikan Ph.D tepat waktu.
IUPAC
International Symposium on Ionic Polymerization 2013 (IP 2013) adalah sebuah simposium
2 tahunan yang diselenggarakan secara bergilir oleh para praktisi di bidang anionic polymerization. Saya tidak tahu
bagaimana menyebutnya dalam bahasa Indonesia; mungkin polimerisasi ionik? Tapi
menurut saya ini sama sekali tidak menunjukan makna ionic polymerization yang sesungguhnya. Ah entahlah. Sepertinya
saya harus belajar lebih banyak bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Untuk
menjelaskan kenapa simposium ini adalah pengalaman yang berharga bagi saya,
maka harus dijelaskan dulu apa itu ionic
polymerization. Sederhananya, ini adalah polimerisasi yang memanfaatkan
reaksi ion organik untuk merangkai monomer-monomernya. Ion organik itu bisa
jadi ion karbon positif (karbokation) atau ion karbon negatif (karbanion).
Karena itu ionic polymerization
terdiri dari dua cabang ilmu yaitu cationic polymerization dan anionic polymerization. Baik karbokation
maupun karbanion didapat melalui proses inisiasi oleh sistem inisiator khusus,
memberikan peluang kepada monomer untuk saling bergabung pada tahap pemanjangan
rantai (propagasi). Tahap-tahap polimerisasinya sama secara umum dengan jenis polimerisasi
lainnya, bedanya adalah teknik dan skill yang dibutuhkan untuk melakukan reaksi
polimerisasi tersebut. Ionic
polymerization adalah tipe reaksi yang sangat sensitif terhadap air
sekaligus oksigen, karena keduanya dapat menghentikan propagasi. Karena itu,
dibutuhkan teknik yang rumit untuk bisa menjalankan reaksinya di laboratorium.
Banyak praktisi kimia organik menggolongkan ionic
polymerization sebagai salah satu dari tiga bidang tersulit dalam kimia
organik. Tingkat kesulitan yang tinggi ini pulalah yang menyebabkan sedikit
sekali peneliti yang mengambil riset di bidang ini. Di seluruh dunia, professor
yang ahli dibidang ionic polymerization
bisa dihitung dengan jari dan sebarannya juga tidak merata. Menurut pengamatan
saya sebagaian besar dari mereka terpusat di Jepang, selanjutnya ada di Cina, Amerika,
Jerman, Turki, Perancis dan Inggris. Inilah alasan pertama yang menjadikan simposium
2 tahunan ini menjadi sangat berharga, bahkan bagi organisasi kimia
internasional, IUPAC.
Alasan
ke dua adalah posisi ilmu ionic
polymerization itu sendiri karena keuntungan-keuntungannya yang diberikannya
dalam memecahkan masalah-masalah fundamental dalam bidang polimer, seperti
stereoregularitas, living polymerization (suatu
sistem polimer dimana rantai polimer tersebut tetap hidup alias bisa
diperpanjang kapan saja selama tidak ada proses terminasi), reaktivitas, block
copolymer, dipersity, multi-arm polymer, star polymer dan seterusnya. Karena
itu sejak awal dimulainya simposium ini di Istanbul, Turki oleh Professor
Yususf Yagci dan Emeritus Professor Otto Vogl, IUPAC menjadi penyokong utama
keberlangsungan acara ini. Dalam perkembangannya, banyak professor di luar
bidang ionic polymerization bergabung
ke dalam simposium ini untuk saling bertukar ilmu dan ide seputar sintesis
polimer dan pemurniannya. Mereka adalah nama-nama besar di dunia perpolimeran
yang bahkan diperhitungkan sebagai calon penerima Nobel. Disinilah saya merasa
beruntung mendapatkan pengalaman berharga dari simposium ini. Dari dekat bisa
melihat langsung nama-nama yang biasanya kita temukan pada buku-buku teks kimia
organik, polymer dan material. Hasil-hasil yang mereka paparkan, ide-ide baru,
diskusi ilmiah yang bermartabat, bagaikan hujan ilmu yang tidak bisa ditampung
saking derasnya sekaligus himpitan beban yang membuat saya sadar betapa
lemahnya saya, betapa sedikit sekali ilmu yang saya miliki, betapa kacaunya sistem
pendidikan Indonesia yang mengantarkan saya ke sini.
Hal
lain yang saya sadari adalah posisi Professor saya di mata para Big Name ini. Semuanya tampak hormat
kepada Professor saya yang saya tahu super pendiam, hemat bicara, autis
bekerja. Entah bagaimana dia bisa menjadi begitu dihormati di kalangan
orang-orang terkenal ini sampai didaulat menjadi ketua panitia untuk simposium
kali ini. Dalam beberapa kesempatan, kepada kami para mahasiswanya,
professor-professor dari Eropa tersebut sering mengatakan kalau mereka kenal
baik dengan Professor Kitayama, dia orang hebat, dan risetnya sangat bermanfaat
untuk dunia polimer. Tiap tahun beliau menjadi salah satu anggota komite IUPAC
yang menyediakan dan memperbaiki tata nama dan terminologi ilmu polimer di
seluruh dunia. Maka jadilah saya, termenung dalam diam, melayang entah kemana,
memikirkan diri sendiri. Sebagai satu-satunya sekaligus mahasiswa Ph.Dnya yang
terakhir sebelum pensiun 3 tahun lagi. Tentulah professor saya dan para
koleganya mengharapkan sesuatu yang besar, hasil yang menerobos fondasi
polimer. Ah entahlah.
0 komentar:
Posting Komentar