Sebuah terobosan mengagumkan datang lagi dari Lawrence
Berkeley Lab, USA. Untuk pertama kalinya, peneliti bisa mengamati secara
visual, bukti terjadinya reaksi kimia sekaligus ikatan kimia yang terbentuk,
dalam citra 2 dimensi. Ini benar-benar hal baru dalam ilmu kimia dan fisika.
Hingga saat ini ilmuwan hanya mampu memahami struktur
molekul. Menggunakan Atomic Force Microscopy (AFM), ikatan antar atom yang
panjangnya hanya sepersemiliar millimeter, menghubungkan 26 karbon dan 14 atom
hidrogen pada sebuah molekul bisa benar-benar terlihat nyata. Hasil temuan ini
dipublikasikan pada majalah Science edisi 30 May 2013.
Tim
tersebut pada awalnya ingin mengatur susunan nanostruktur graphene dengan
presisi tinggi, sebuah material lapis tunggal di mana atom-atom karbon
tersusun secara berulang dengan pola heksagonal. Membuat sususan karbon seperti sarang lebah membutuhkan penyusunan atom-atom dari rantai lurus menjadi bentuk
bersegi enam; reaksi yang biasanya juga akan menghasilkan beberapa molekul
berbeda. Felix Fischer dan koleganya ingin memvisualisasikan molekul-molekul
tersebut untuk memastikan bahwa yang telah mereka laukukan adalah benar.
Untuk mendokumentasikan susunan grapheme, Fischer
membutuhkan sebuah peralatan pencitraan yang powerful, yang kemudian
menuntunnya pada AFM di lab milik Michael Crommie’s UC Berkeley lab.
Non-contact AFM menggunakan ujung pemindai yang sangat tajam dan halus untuk
membaca gaya listrik yang dihasilkan oleh permukaan molekul, karena tip
bergerak dekat sekali dengan permukaan molekul , tip terebut akan dipantulkan
oleh perbedaan muatan, mengahasilkan sebuah gambar tentang bagaimana atom-atom
dan ikatan tersususn.
Skema peralatan AFM (http://www.vub.ac.be/META/toestellen_AFMSTM.php?m=xpand) |
Secara sederhana,
AFM merupakan alat untuk menggambarkan kondisi permukaan suatu material padat.
Caranya adalah dengan mengerakkan sebuah pemindai sangat halus (disebut tip)
melalui suatu bidang permukaan yang ingin dideteksi. Tip akan mengalami gaya
kontak akibat berdekatan atau bersentuhan dengan atom-atom dipermukaan lapisan.
Gaya ini umunya adalah gaya listrik dari elektron-elektron yang bergerak
mengelilingi atom tersebut sehingga menghasilkan tolakan terhadap ujung tip
yang mendekati atom. Gaya tolakan yang dialami tip akan mengubah posisi laser
yang terhubung dengannya, kemudian diterjemahkan oleh prosessor. Sifat khas
dari tip ini ditambah dengan keunikan setiap atom pada permukaan molekul akan
menghasilkan citra permukaan berdasarkan terjemahan digital yang dideteksi.
Dalam prakteknya,
ada tiga mode yang bisa digunakan untuk mengambil citra permukaan dengan AFM
yaitu contact mode, non contact mode serta tapping mode. Perbedaan dari
ketiganya adalah jarak tip dari permukaan di mana atom-atom berada, yang juga
berarti besarnya gaya tarikan/tolakan yang dialami tip. Untuk non-contact mode,
gaya yang terjadi antara permukaan dengan tip berada dikisaran pN (10 -12 N).
Hubungan jarak antara tip ke permukaan sampel dan gaya yang dialaminya (http://www.nanoscience.com/education/afm.html) |
Ujung tip yang sudah dimodifikasi dengan karbon monoksida .
|
Sekarang pertanyaannya kenapa hasil penelitian ini istimewa? Pertama
tentu saja karena ide itu sendiri. Mereka berinisiatif untuk membuktikan secara
visual apakah reaksi yang sedang mereka jalankan benar-benar terjadi dan apakah
produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Tentu saja ini kewajiban dalam
riset sintesis. Mengkarakterisasi produk dengan berbagai instrument kimia
sebelum mengambil kesimpulan adalah hal dasar. Tetapi penggunaan AFM untuk hal
seperti ini benar-benar tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Biasanya AFM hanya
digunakan untuk melihat permukaan material besar seperti polimer, komposit,
logam-logam. Tidak ada yang berpikir untuk melihat molekul tunggal dengan AFM,
apalagi ikatan antar karbonnya. Di sinilah keistimewaan teknik yang mereka
gunakan. Untuk mendapatkan bentuk yang jelas dari atom atom dan ikatan antar
atom yang mereka cari, Fischer dan timnya menggunakan nanopartikel perak
sebagai wadah reaksi sekaligus sensitizer bagi AFM itu sendiri. Di permukaan
nanoperak itu mereka melakukan reaksi kimia oligoenedyiene melalui pemanasan,
menjebak molekul hasil reaksi dengan pendinginan lalu menjejak citra molekul
tersebut.
Molekul reaktan dan produknya setelah reaksi melalui pemanasan. Perhatikan bagian ikatan rangkap tiga lebih tebal daripada ikatan tunggal. (Rep. News center, Berkeley Lab) |
Hal unik kedua adalah penggunaan karbon monoksida untuk
mendapatkan citra yang lebih kuat. Molekul tunggal CO menempel pada ujung
cantilever dengan Oksigen mengarah pada atom, memberikan sensitiftas lebih
besar terhadap kebaradaan ikatan kimia. Ikatan tunggal tampak lebih halus
dibandingkan ikatan rangkap tiga. Perhatikan bahwa gambar yang dihasilkan
benar-benar mirip dengan apa yang tertera di buku pelajaran. Molekul segi enam,
ikatan tunggal dan ikatan rangkap ditampilkan dengan sempurna.
Teknik ini bisa jadi jauh lebih sederhana daripada kamera
femto yang dikembangkan oleh Ahmed Zewail (hadian nobel kimia 1998).
0 komentar:
Posting Komentar