Agar dapat memberikan gambaran lebih objektif tentang jepang, akhirnya saya putuskan untuk menggabungkan antara Freak dan Cool Japan. Here we go.
1. Sensei, profesi terhormat di Jepang.
Ada
susunan kasta tak terlihat dan tak tertulis di jepang. Walaupun tidak seekstrem
kasta dalam susunan agama hindu di India. Professor menurut saya menempati
posisi tertinggi dalam kasta tersebut. Hanya Professor yang saya lihat tidak
banyak ngomong hai (haik) nya sambil membungkuk-bungkuk hormat saat bicara
dengan orang lain. Yang lainnya seperti student, sekretaris, karyawan kantor,
pemilik toko, masinis kereta, penjaga toko sampai ibu-ibu rumah tangga semua
kebanyakan sering mengucapkan haik saat bicara dengan orang lain sebagai tanda
hormat.
Di
Jepang Professor adalah profesi yang sangat-sangat dihormati. Mungkin karena
posisi mereka sebagai pendidik dalam jenjang akademik tertinggi. Kemanapun
seorang professor pergi, orang selalu menaruh hormat. Para karyawan kampus juga
tidak berani macam-macam dengan professor. Rekomendasi seorang Professor
sangat-sangat powerful dalam meluluskan student lab nya untuk mendapatkan
pekerjaan di industry tertentu sesuai bidang keilmuan yang di kuasainya. Jika
seorang Professor ingin menerima seorang applicant sebagai mahasiswa S2 atau S3
di lab nya, cukup dengan mengeluarkan selembar Surat Penerimaan. Kalaupun ada
ujian seleksi masuk, di Jepang biasanya itu hanyalah formalitas kecuali pada
kampus-kampus besar yang memang menerapkan ujian serentak dan tertulis.
Tea party bersama Professor. |
Pada
intinya, orang yang berada pada posisi mengabdi untuk pendidikan (Guru,
Professor)dan kesehatan (Dokter) di jepang sangat-sangat dihormati. Karena itu
mereka tidak dipanggil dengan sebutan hormat biasa seperti san ( misalnya
Badu-san, Budi-san, Kudi-san atau Mimi-san), tetapi dipanggil Sensei (Matsumura
Sensei, Kitayama Sensei). Sayangnya, Politikus anggota parlemen juga dipanggil
Sensei. Pernah saya tanyakan alasannya pada sensei saya. Beliau bilang karena
mereka bekerja untuk membuat aturan dan memiliki kekuatan dalam mengambil
keputusan politik. Hmmmmm, mudah-mudahan saja para sensei parlemen itu tidak
seperti anggota DPR Indonesia. Walau bagaimanapun saya tetap ragu, sebab mereka
adalah politikus, yang mana poli berarti banyak dan tikus adalah binatang yang
suka mencuri makanan siang atau malam saat pemiliknya sedikit saja lengah,
sehingga politikus berarti pencuri berjamaah.
2. Wisata ke luar Negeri? Biasa aja kale...
Dalam
sebuah tea party untuk menyambut kedatangan saya sebagai member baru di lab,
muncul sebuah pertanyaan yang membuat saya sedikit malu-malu menjawabnya.
Apakah kamu sudah pernah keluar negeri sebelumnya??? Busettt… terbukalah
rahasia katro saya.
Buat
orang jepang, jalan-Jalan keluar negeri adalah hal biasa. Bahkan mahasiswa S1
dan S2 pun biasa menghabiskan liburannya dengan mengunjungi tempat-tempat
wisata di luar negeri. Lagipula biaya perjalanan dengan mengambil paket wisata
bersama teman-teman akrab bisa menjadi lebih murah. Uangnya? Pada umumnya
mereka punya kerja part time minimal
sekali seminggu yang hasilnya dapat mereka tabung selama satu semester atau
setahun. Ketika liburan musim panas atau liburan musim dingin menjelang,
bertebaranlah mereka di muka bumi mencari kesenangan menghabiskan uang melihat
Negara dan budaya yang berbeda. Member lab saya bercerita bahwa setidaknya
sekali setahun mereka jalan-jalan ke luar negeri minimal 3 hari, satu minggu
sampai 2 minggu. Mau tahu daerah tujuan utamanya? Yuhuuuu Bali berada pada
prioritas utama selain Eropa. Mereka yang sudah pernah datang ke Bali selalu
bilang ingin datang lagi ke sana. Mereka yang belum pernah ke Bali, bertekad
untung melihat Bali setidaknya sekali seumur hidup. Motomura san, sekretarisnya
sensei saya, ingin mengajak keluarganya tinggal
di Bali beberapa bulan. Maka terjadilah simbiosis mutualisme antara saya
sebagai guru bahasa Indonesianya dan Motomura san sebagai guru bahasa jepang
saya.
3. Suka menolong, segan minta tolong.
Saya
sering kasihan kalau minta tolong sama teman Jepang. Pasalnya mereka suka repot
sendiri karena begitu totalnya dalam memberikan bantuan. Kalau saya bertanya
lokasi ruang seminar, mereka tidak Cuma menunjukan jalur menuju ke sana, tapi
mereka akan mengantar langsung sampai ke ruangan, lalu lari-lari kecil kembali
ke lab untuk bekerja. Minta tolong mengajarkan cara penggunaan instrument,
mereka akan mempersiapkan seluruh teks yang diperlukan sepanjang malam. Kalau
perlu ketika demostrasi mereka akan membawa kamus atau menggunakan kamus di hp,
bahkan lebih parahnya lagi berlari mencari teman yang lebih paham bahasa
Inggris-Jepang hanya untuk menanyakan arti satu kata bahasa jepang untuk
diucapkan secara benar dalam bahasa Inggris. Hasilnya sayalah yang jadi sesak
nafas dan capek sendiri melihat usaha mereka.
Di
jalan raya pun tidak ada bedanya. Ketika menanyakan di mana letak kantor pos,
seorang bapak-bapak menunjukan arahnya. Mungkin karena tidak yakin kami bisa sampai di tempat tujuan
dengan selamat mengingat bahasa Jepang yang juga pas-pasan, akhirnya si bapak
mengantarkan sampai bagian depan gedung Pos tersebut kelihatan. Kasihannya,
jalur menuju pos berlwananan arah dengan
tujuan si bapak, membuatnya harus mengulang kembali perjalanannya. Wuihhh, akhirnya
saya putuskan untuk tidak minta tolong sama orang jepang kalau tidak begitu
mendesak.
Total
dalam memberikan bantuan dan tidak suka merepotkan orang lain; adalah karakter
orang Jepang yang membuat mereka benar-benar mandiri. Sadisnya, karena saking
tidak maunya merepotkan orang lain, seorang Ibu lebih memilih tinggal sendiri
ketimbang tinggal bersama anak-anaknya. Alasannya mereka sudah dewasa, sudah
punya kehidupan sendiri. Sibuk bekerja. Jadi si Ibu tidak ingin merepotkan
walaupun dia sudah tua renta sehingga membeli makanan ke toko harus menggunakan
kursi roda elektrik. Di lain kasus, seorang ibu tua tinggal dengan anaknya yang
cacat. Ibu yang sudah sakit-sakitan itu meninggal di kamarnya tanpa diketahui
sang anak. Karena si anak tidak bisa apa-apa, hanya bisa duduk di kursi
roda, akhirnya juga mati kelaparan.
Mayat mereka baru ditemukan sebulan setelahnya ketika tetangga mulai curiga
sebab ibu dan anak itu tidak muncul selama berminggu-minggu. Yang tersisa tentu
saja hanya tulang belulang. Kasus seperti ini sudah sering terjadi di Jepang
dengan Intensitas yang terus meningkat setiap tahunnya.
3. Yukk naik Haji dari Jepang.
Nahh
yang satu ini tidak ada hubungannya dengan perilaku orang Jepang. Ternyata kita
bisa berangkat haji dari Jepang. Saya masih belum mengerti bagaimana
prosedurnya tapi yang jelas pemerintah Jepang memberikan izin untuk pelaksanaan
pengiriman Jamaah Haji walaupun Pelaksananya adalah Asosiasi Muslim Jepang.
Kerennn.
Setiap tahunnya banyak pelajar yang mengambil kesempatan untuk
menunaikan Ibadah Haji, sebelum mereka pulang ke Negara masing-masing. Alasannya,
selain relative lebih murah, tidak pernah ada daftar tunggu seperti di
Indonesia. Yang mau berhaji tahun ini ya mendaftar tahun ini dan berangkat di
musim Haji tahun ini juga. Hmm bagaimana rasanya ya berangkat haji atas nama Negara
Jepang. Ada yang berminat?