Doktor-Doktor penganguran



Sengaja saya beri judul sadis begini, untuk menggambarkan malangnya nasib sarjana S3 di Indonesia, terutama yang tamatan luar negeri. Cerita kali ini adala pengalaman saya sendiri. Bukannya sombong, tapi sejak awal saya memutuskan untuk pulang dan mengabdi di Indonesia, saya mengira bahwa keahlian yang saya bawa dari Jepang akan berguna untuk memajukan institusi pendidikan di Indonesia. Apalagi banyak hal-hal baru dalam bidang kimia yang bisa saya terapkan untuk membangun dasar-dasar ilmu polimer di Indonesia. Para dosen muda di institusi pendidikan itupun bersemangat. Mereka yakin saya bisa segera bergabung sebagai staf. Memajukan jurusan kimia yang sudah jauh tertinggal dari saudara sekotanya. Sayapun makin bersemangat.

Dan begitulah akhirnya. Sebuah surat cinta beramplop resmi dari sebuah institusi pendidikan milik pemerintah datang di suatu pagi beberapa minggu yang lalu. Amplop putih yang cerah itu ternyata tidak secerah isinya. Sebuah kalimat penolakan bernada teknis disertai doa indah untuk masa depan yang lebih baik. Doanya tentu saja segera saya aminkan. Suratnya saya simpan untuk kenang-kenangan.

Kampus tersebut belum butuh saya. Provinsi ini belum butuh saya. Jadi tidak apa-apa. Memang belum waktunya mengabdi pada institusi Negara. Masih banyak cara lain membantu mengembangkan ilmu polimer untuk umat manusia. Ini hidup, dan kejadian ini wajar-wajar saja, apalagi di Indonesia.

Dalam hati saya bertanya-tanya, bagaimana dengan teman-teman saya lainnya yang pulang setelah S3 di luar negeri?

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© The Viko's Emporium | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger