Featured

Diberdayakan oleh Blogger.

0 Simulasi Evakuasi Gempa dan Kebakaran di Osaka Univeristy


Terkseima melihat dan mengikuti simulasi evakuasi gempa di Engineering Sciecne Osaka University hari ini. Tanpa perlu dikomando, semua mahasiswa, staff dan para professor mengikuti alur yang telah ditetapkan hanya dengan satu sirene panjang. Semuanya ikut berpartisipasi, tanpa ada yang menganggap enteng. Walauppun Osaka terbilang wilayah Jepang yang relatif aman dari gempa,, tetapi pelaksanaan simulasi tetap dilakukan secara rutin dan terkontrol.

Di halaman samping kampus tempat para peserta dievakuasi,  diperagakan juga cara memberikan pertolongan pertama pada korban yang pingsan dan terluka. Beberaapa materi yang diberikan adalah penggunakan alat pacu jantung, cara memberikan nafas buatan, cara merawat luka serta mengamankan korban. Wahh sekali, waktu tahu kalau alat peraganya bisa dikontrol lewat remot untuk mengeluarkan suara keskitan, suara minta tolong, dan gerakan sederhana orang yang kembali dari pingsa. Sejumlah alat pacu jantung portable juga disediakan sebagai petunjuk permulaan untuk siapa saja. Disela-sela penjelasan dari pakar keselamataan dan pertolongan medis yang diundang langsung, dekan Graduate school of Engineering Science menyampaiakan arahan dan guyonanannya dihadapan para mahasiswa dan Professor yang hadir.
Peragaan alat pacu jantung
Simulasi cara pemadaman api 


Terakhir, simulasi cara mengunakan alat pemadam kebakarn, cara menyemburkan air dan variasi pola semburan ditunjukan dengan menggunakan selang dan air asli. Bahkan beberapa Professor gaul terlibat langsung seolah-olah menjadi pemadam kebakaran yang siap menolong siapa saja. Itulah Jepang, totalitas dan tanggung jawabnya dalam melakuakan sesuatu selalu mengagumkan. 

Read more

0 Bersyukurlah



Ketika melihat orang tua yang berpakaian lusuh, badan kurus, kulit keriput, meminta-minta di tengah jalan, aku berpikir apa jadinya aku jika laki-laki itu adalah orang tuaku. Apakah yang akan aku makan malam ini dan di mana aku tinggal? Mungkinkah hanya di bawah atap langit yang Maha luas ini dengan sinar bintang sebagai lampunya? Apakah yang aku makan? Mungkinkah hanya nasi-nasi sisa yang didapat oleh lelaki tua itu dari tempat sampah atau sekotak nasi berlumur kuah santan yang dibelinya murah dari penjual nasi di pasar? Apa jadinya aku kalau dia orang tuaku?
Ketika aku lihat anak kecil dengan pakian compang-camping, celana robek menenteng tas karung, duduk di pelataran pasar raya, menunggu pengunjung toko mewah yang mau menyemir sepatu mahal mereka sambil melihat-lihat barang baru, aku berpikir bagaimana jika anak itu adalah aku? Apakah dia sekolah? Di mana dia tinggal dan apa yang bisa dimakannya malam ini? Jam berapa dia berangkat dari rumah untuk     mencari uang dan jam berapa dia pulang?

Saat aku lihat di televisi, anak-anak menjadi korban perang, korban kemiskinan, korban bencana alam, korban kebodohan dan kemunafikkan para penguasa, aku berpikir bagaimana jika salah satu dari mereka adalah aku? Tidak tahu apakah besok bisa hidup dengan selamat, kapan akan bisa sekolah, makan dengan layak di rumah yang layak bersama keluarga yang tertawa riang penuh kehangatan.

Saat aku lihat “brandal-brandal Ciliwung” mandi dari kotornya air sungai yang tercemar berbagai sampah di sepanjang badan sungai, aku berpikir bagaiaman kalau salah satu dari mereka adalah aku? Berapa lama aku sangup bertahan hidup tanpa sakit, tanpa terinfeksi penyakit dadam lingkungan yang penuh polutan seperti itu? Bisakah mereka berkonsentrasi belajar di sekolah sementara berbagai penyakit siap mengintai tubuh-tubuh muda mereka yang penuh harapan?

Saaat kulihat anak yatim berkumpul di Asrama panti asuhan mereka, bagaimana jadinya kalau aku juga di sana? Mereka tidak punya orang tua yang akan memandu hidupnya, sebagian besar berharap dari bantuan para donator yang ingin membantu dengan ikhlas, atau para pejabat yang sedang berkampanye untuk mempertahankan jabatannya. Mereka tidak tahu apakah besok mereka bisa terus berada di sana dalam keadaaan baik atau tidak. Karena kabarnya banyak pejabat yang menyalurkan bantuan hanya di musim kampanye saja, semenetara pohon kampanye hanya berbuah sekali dalam 5 tahun saja di Indonesia. 

Saat kuingat anak-anak berlarian di belakang rumahku memunguti sampah botol sambil menyandang karung besar, aku berpikir bagaimana kalau aku adalah salah satu dari mereka. Bagaiaman caranya mereka hidup? Dengan sekarung botol PET bekas yang harganya hanya beberapa puluh ribu, yang harus mereka kumpulkan dalam waktu berhari-hari, berminggu-minggu, cukupkah itu untuk makan? Bagaimana sekolah? Padahal pekerjaan itu mereka warisi dari orang tua mereka yang punya perusahaan yang sama, perusahaan pengumpul barang bekas, yang keuntungannya tidak jelas berapa tapi pengeluarannya selalu sama setiap hari bahkan cenderung naik sebab keluarga perlu makan.

Apakah pantas aku bilang: Syukurlah aku bukan bagian dari mereka?

Ahhhh……, ntahlah, apapun itu aku harus bersyukur dengan keadaaan ku sekarang. Bisa menikmati pendidikan yang layak, punya harapan untuk membangun masa depan. Merekapun tentu punya, bahkan mungkin lebih besar dari harapanku. Lebih berkobar-kobar penuh semangat karena terpaan panas matahari setiap hari. Apapun itu, aku ingin membantu mereka. Sedikit memang, taapi tidak apalah. Siapa tahu yang sedikit itu adalah yang akan memperbaiki dunia ini. Satu dua orang yang penuh harapan akan kebaikan dan kecerahan di masa depan bisa jadi pembawa perubahan dunia ini, atau Negara kami, atau provinsi kami, atau kota kami, atau kampong kami, yang jelas ada harapan. Karena harapan adalah lilin yang tidak boleh padam. 

Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
© The Viko's Emporium | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger